Lompat ke isi utama

Berita

Problematika Kedudukan Bawaslu Terhadap Institusi Politik

Problematika Kedudukan Bawaslu Terhadap Institusi Politik

Oleh: Moh Iqbal Alam Islami

Kedudukan Bawaslu dalam Pemerintahan adalah sebagai lembaga negara non struktural yang bersifat tambahan. Tujuan dari kehadiran lembaga negara tambahan (auxiliary state organs) ialah dalam rangka menjaga proses demokratisasi yang tengah dikembangkan oleh negara yang baru saja melepaskan diri dari sistem otoritarian. Salah satu dari lembaga negara tambahan (auxiliary state organs) di Indonesia saat ini ialah Bawaslu. Adanya Bawaslu dalam stuktur lembaga negara tambahan (auxiliary state organs) karena pemerintah membutuhkan lembaga yang memiliki kredibilitas untuk menyelenggarakan pemilu yang adil dan demokratis. 

Karakteristik lembaga negara tambahan independen (auxiliary state organs) sangat penting untuk menjamin tegaknya demokrasi, karena fungsi-fungsi yang dimiliki dapat disalahgunakan pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya. Oleh karena itu lembaga negara tambahan independen (auxiliary state organs) merupakan lembaga yang diidealkan independen dalam arti bebas dari campur tangan cabang kekuasaan manapun, dan karenanya berada diluar ranah kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun pada saat yang sama, lembaga negara tambahan independen (the auxiliary state agency) memiliki fungsi dan karakter yang bersifat gabungan di antara ketiganya. 

Berdasarkan Putusan MK Nomor 81/PUU-XV/2011 menafsirkan klausula “suatu komisi pemilihan umum” Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945 tidak merujuk kepada sebuah nama institusi akan tetapi termasuk juga lembaga pengawas pemilihan umum dalam hal ini Bawaslu dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilihan umum.

 Tahun 1982 Panwas Pemilu hanya sebagai lembaga pemantauan karena hanya mengeluarkan pernyataan tentang ada tidaknya masalah dalam pelaksanaan tahapan pemilu. Tahun 2007 dengan UU No. 22 Tahun 2007 selain mengubah Panwas Pemilu menjadi Bawaslu juga memperluas kewenangan Bawaslu mengawasi perilaku penyelenggara pemilu dan merekomendasikan pemecatan terhadap penyelenggara pemilu yang dinilai melanggar kode etik. 

Tahun 2011 dengan UU No. 15 Tahun 2011menempatkan Bawaslu hanya sebagai bagian proses penyelesaian pelanggaran administrasi, sedangkan penuntasnya berada pada tangan KPU. Dimana Bawaslu merekomendasikan kepada KPU untuk menuntaskan pelanggaran pemilu namun rekomendasi itu sering diabaikan KPU. 

Tahun 2017 dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang baru telah memperkuat baik susunan, tugas, serta kewenangan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu Pertama, Pasal 89 menunjukkan Panwaslu Kabupaten/Kota telah berubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota dimana hal ini menjadikan Bawaslu di tingkat kabupaten/kota sudah bersifat tetap. Kedua, Pasal 93 menunjukkan Bawaslu juga bertugas mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri. Ketiga, Pasal 95 menunjukkan Bawaslu tak lagi sekadar memeriksa, mengkaji dan pemberi rekomendasi, tetapi sebagai eksekutor atau memutus pelanggaran administrasi, pelanggaran politik uang, dan penyelesaian sengketa.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disarankan sebagai berikut: dengan penambahan wewenang baru Bawaslu, lembaga negara tambahan independen (auxiliary state organs) sebagai eksekutor atau memutus pelanggaran administrasi, politik uang, dan penyelesaian sengketa dan pada saat yang sama juga menjalankan fungsi pengawasan. Maka terdapat dua fungsi yang bisa menimbulkan konflik kepentingan. Sebagai pengawas pemilu, Bawaslu sudah mempunyai penilaian tertentu. Kemudian lembaga ini juga menyidangkan kasus tersebut. Maka dari pada itu Bawaslu diharapakan profesional dan objektif dalam memutus perkara pemilu yang disidangkan. Para anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota direkrut sebagai pengawas pemilu, belum tentu memenuhi standar maupun syarat sebagai hakim peradilan namun harus memiliki integritas profesionalitas dan independen.

Sementara itu hubungan Bawaslu dengan institusi politik erat kaitannya dengan mitra kerja. Mitra Kerja Bawaslu antara lain Pemerintah (Presiden), Komisi II DPR RI, Kementrian Dalam Negeri, Kepolisian dan Kejaksaan. Kewajiban Bawaslu berdasarkan UU No 7 Tahun 2017 menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan /atau berdasarkan kebutuhan.